Rumah Tongkonan
RUMAH TONGKONAN, RUMAH ADAT SUKU TORAJA
Suku Toraja merupakan salah satu suku yang berada di wilayah Sulawesi Selatan. Suku Toraja memiliki salah satu kekayaan budaya yang sangat khas yaitu rumah adat yang dinamakan Rumah Adat Tongkonan. Kata ‘Tongkonan’ berasal dari Bahasa Toraja yang secara luas memiliki arti tempat mendengarperintah dan petuah dalam menyelesaikan suatu persoalan. (1) Sedangkan arti kata Tongkon dalam Bahasa Toraja adalah duduk, bertemu, dan bermusyawarah untuk membahas masalah-masalah penting. (2)
Berdasarkan arti kata Tongkonan di atas, rumah adat Tongkonan ini dulunya digunakan sebagai tempat musyawarah sekaligus sebagai tempat tinggal bagi penguasa adat. (3) Selain itu, Tongkonan terbentuk juga karena hubungan kekerabatan atau keturunan dari sebuah keluarga yang membangun rumah tersebut secara bersama-sama. Sehingga, rumah tersebut kemudian dijadikan sebagai tempat tinggal seluruh keturunan dari kerabat tersebut. Dengan demikian, Tongkonan tidaklah dapat dimiliki secara individu, melainkan diwariskan secara turun-temurun oleh marga Suku Toraja. (4)
Rumah Tongkonan memiliki ciri khas yang menjadi keunikan dari rumah ini. (4) Pertama, bangunan rumah tongkonan yang merupakan rumah panggung dengan bahan utamanya adalah dari kayu. Jenis kayu yang digunakan adalah jenis kayu Uru yang tidak dipernis sehingga mampu bertahan hingga ratusan tahun. Kedua, atap rumah yang menyerupai perahu berbentuk melengkung dengan kedua atap yang menjulang. Bahan yang digunakan adalah tumpukan bilah bambu yang dilapisi rumbia, alang-alang, ijuk, atau seng pada bagian atasnya. Ketiga, terdapat rangkaian tanduk kerbau pada tiang utama yang disusun berjajar dari atas ke bawah. Jumlah tanduk kerbau tersebut didapat dari upacara pengorbanan pada saat upacara penguburan anggota keluarga. Selain itu, jumlah tanduk kerbau tersebut juga menggambarkan status sosial atau derajat anggta keluarga tersebut. Keempat, adanya tiga patung kepala kerbau di bagian depan atas rumah dengan warna berbeda. Untuk pemilik rumah yang dituakan, terdapat tambahan patung kepala ayam atau kepala naga.
Kelima, pada bagian kiri rumah dan kanan rumah dipasang rahang hewan yang telah dikurbankan. Pada bagian krii rumah, yang dipasag adalah rahang kerbau, sedangkan pada bagian kanan adalah rahang babi. Keenam, rumah utama berpasangan dengan ‘alang sura’ dan diletakkan saling berhadapan. Rumah utama atau biasa disebut ‘banua sura’ melambangkan seorang ibu yang melindungi anak-anaknya. Sedangkan ‘alang sura’ melambangkan peran ayah yang menjadi tulang punggung keluarga. Ketujuh, rumah utama selalu menghadap ke utara yang dihubungkan dengan arah sang pencipta, ‘Puang Matua’. Masing-masing arah mata angin memiliki makna yang berbeda bagi masyarakat Toraja. Arah Selatan dihubungkan dengan nenek moyang dan dunia, Arah Timur dihubungkan dengan kedewaan, dan arah Barat dihubungkan dengan nenek moyang yang didewakan. Kedelapan, dinding rumah tongkonan yang dipenuhi dengan hiasan ornament dan ukiran. Menurut J.S. Sande, ditemukan ada sekitar 67 motif ukiran atau ornament Toraja.
Rumah Tongkonan dipilih sebagai salah satu ikon yang menggambarkan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia nilai-nilai yang dikandung dari rumah Tongkonan tersebut. Simbol-simbol yang terdapat pada RUmah Tongkonan kaya akan nilai-nilai dari leluhur dan juga mencerminkan kepribadian dari masyarakat pendukungnya. Setidaknya ditemukan tiga nilai yang bisa digali dari rumah Tongkonan menurut Danang Wahju Utomo yaitu nilai Persatuan, nilai filosofis, dan nilai pelestarian alam. (5) Nilai Persatuan yang bisa diambil dari Rumah Tongkonan adalah pada saat pembangunan Rumah Tongkonan yang membutuhkan biaya yang sangat besar dan juga waktu yang cukup lama. Nilai persatuan dan kebersamaan ini muncul dari sikap gotong royong yang tidak hanya berhenti pada saat proses pembangunan rumah tersebut, melainkan juga pada proses pemeliharaan rumah Tongkonan. Nilai filosofis yang bisa diambil dari rumah tongkonan ini adalah nilai religious dimana rumah ini dibangun selalu menghadap sang Pencipta. Menurut keyakinan masyarakat Toraja, Tongkonan merupakan dunia secara mikrokosmos, dimana awal mula kehidupan hingga kematian berada di dalam Tongkonan. Nilai terakhir adalah nilai yang berkaitan dengan pelestarian alam dimana setiap bagian rumah hingga ornament yang terdapat didalamnya berkaitan dengan hutan. Bagi masyarakat Toraja, hutan selain menyediakan bahan pangan juga untuk memenuhi kebutuhan papan. Oleh karena itu, dalam tiap pembangunan rumah Tongkonan selalu dilakukan sistem tebang pilih. Selain itu, untuk menjaga kelestarian hutan, masyarakat Toraja diwajibkan untuk menanam kembali setiap kali mengambil hasil hutan.
Referensi:
1. Dwi Latifatul Fajri. Mengenal Nama, Makna Filosofis, dan Jenis Rumah Adat Toraja - Lifestyle Katadata.co.id [Internet]. 2021 [dikutip 20 Januari 2022]. Tersedia pada: https://katadata.co.id/safrezi/berita/61540ea5bd801/mengenal-nama-makna-filosofis-dan-jenis-rumah-adat-toraja
2. Riyadi Ismanto, Margareta Maria. RUMAH TONGKONAN TORAJA SEBAGAI EKSPRESI ESTETIKA DAN CITRA ARSITEKTURAL. Jakarta: Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia; 2020.
3. Yonanda Nancy. Rumah Adat Tongkonan Sulawesi Selatan & Nilai-Nilai Luhurnya [Internet]. 2022 [dikutip 20 Januari 2022]. Tersedia pada: https://tirto.id/rumah-adat-tongkonan-sulawesi-selatan-nilai-nilai-luhurnya-gnpV
4. Weni Rahayu. Tongkonan: Mahakarya Arsitektur Tradisional Suku Toraja. Rawamangun, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; 2017.
5. Danang Wahju Utomo. Nilai-Nilai Luhur Arsitektur Rumah Adat “Tongkonan” Toraja. WalennaE. September 2001;Vol. IV(No. 7):91–104.